Promo! Like Facebook Page kami dan Dapatkan kesempatan untuk memenangkan Undian Berhadiah Menarik

Klik di sini

Kamis, 10 April 2014



Pada dasarnya, hukum itu didirikan untuk menciptakan keadilan dalam masyarakat...
Hukum adalah alat antrian dr jalannya Kesalahan Menuju Kebaikan dimana kita harus dapat Mengintropeksi diri saat proses tersebut di alami.Tapi kenyataannya, saat ini hukum sudah tidak dijalankan sebagaimana semestinya.Mungkin kah antrian menuju yang lebih baik itu terwujud ?
Sudah banyak ketidakadilan yang terjadi dalam hukum di negeri ini.
Hukum di negeri ini sudah seperti barang, yang diperjual belikan.

Hukum itu seharusnya buta. Hukum tidak memandang kedudukan, harta, maupun rupa.
Tapi yang terjadi sekarang, hukum seakan hanya berlaku bagi masyarakat kalangan bawah.
Masyarakat menengah kebawah bisa mendapat hukuman yang berat hanya karena kesalahan kecil.
Tetapi, masyarakat yang memiliki kekuasaan atau kekayaan dapat lolos dari hukuman dengan mudahnya. Mereka hanya perlu memberikan sejumlah uang, yang tentu saja tidak dimiliki masyarakat menengah kebawah untuk menyelamatkan mereka dari jeruji besi. Ironisnya, dengan uang tersebut mereka mampu memutar balikkan fakta. Mereka yang tidak bersalah harus menjadi korban. Jelas sekali uang lebih berkuasa dibandingkan hukum saat ini. Keadilan sudah sulit ditegakan karena uang.

Siapa yang tidak tahu tentang kasus nenek Minah yang divonis 1,5 bulan penjara setelah mencuri 3 biji kakao. Padahal harga 3 biji kakao yang diambil nenek asal Banyumas tersebut bahkan tidak sampai Rp. 10.000. Memang, nenek Minah sudah melalukan kesalahan dengan mengambil sesuatu yang bukan miliknya, walau hanya biji kakao. Tetapi, bila dibandingkan dengan kasus korupsi yang dilakukan oleh para pejabat, maka akan tampak ketidakadilannya. Mereka yang melakukan korupsi ratusan juta, hingga antri ingin mendapat lebih,miliaran rupiah bisa lolos begitu saja. Ada juga kasus dimana orang yang mencuri ayam dipukuli oleh massa, kemudian dipenjara selama beberapa bulan atau tahun. Sementara para koruptor masih bisa hidup dengan tenangnya diluar sana, tanpa rasa bersalah, malu, atau takut.

Walaupun dipenjara, mereka yang menjadikan uang sebagai tameng itu mendapat perlakuan khusus
selama masa tahanan. Ruang tahanan mereka begitu mewah, berbeda dengan ruang tahanan yang lainnya. Ruangan itu lengkap dengan kasur, pendingin ruangan, televisi, bahkan alat-alat olah raga.
Bahkan sebagian dari mereka dapat keluar masuk dari penjara dengan bebasnya.
Kemewahan kamar tahanan tergantung dengan jumlah uang yang diberikan para tahanan tersebut.
Jeruji besi itu, hampir tak ada bedanya dengan hotel, bagi mereka yang berkuasa.

Polisi sempat membantah adanya perlakuan istimewa berupa ruang tahanan yang mewah.
Tapi faktanya ruang tahanan mewah itu benar-benar ada. Buktinya adalah ruang tahanan
Artalyta Suryani sang koruptor yang divonis 5 tahun penjara di kepolisian Rutan Pondok Jambu, Jakarta.
Ruang tahanan Artalyta dipenuhi oleh alat-alat elektronik seperti TV, AC, kulkas, meja, dispenser, dan
bahkan tempat bermain anak. Ruang tahanan itu lebih mirip rumah, dari pada penjara. Ditambah lagi
narapidana Artalyta bisa dengan bebas melakukan perawatan selama masa tahanannya. Apa maksud semua ini?
Penjara adalah bagian dari sistem pengadilan kriminal, atau kata lainnya tempat hukuman.
Bukan hotel ataupun apartemen, yang didekorasi sedemikian rupa dan membuat betah penghuninya.

'PENJARANYA' Para Koruptor Selain Artalyta Suryani, Gayus Tambunan juga termasuk salah bukti nyata dari ketidakadilan hukum di negeri ini. Sang mafia pajak yang sudah mencuri uang rakyat sebanyak puluhan miliar itu hanya dijatuhi hukuman selama 3 tahun penjara. Bukan hanya tidak korupsi yang dilakukan Gayus. Tetapi juga pemalsuan identitas diri atas nama Sony Laksono, serta penyuapan dalam jumlah besar kepada para penegak hukum. Selain itu, sang mafia pajak tersebut bahkan sempat liburan ke kota Bali, bahkan keluar negeri ditengah-tengah masa tahanannya.Seharusnya, Gayus mendapatkan hukuman yang lebih berat atas apa yang sudah dilakukannya. Tetapi, dengan harta haram yang dimilikinya, dia dapat meringankan hukumannya itu. Itulah, yang sebenarnya terjadi di negara ini.

Sebenarnya, hal ini sudah menjadi rahasia umum. Tetapi sepertinya sudah tak ada rasa malu lagi didiri para penegak hukum.Sebenarnya bukan hanya koruptor yang memberi uang sogokan yang sepenuhnya bersalah dalam hal seperti ini. Tetapi beberapa oknum yang menerima uang suapan juga bersalah, karena telah menjual hukum. Para penerima uang suap sama saja dengan koruptor. Mereka seharusnya juga ikut diadili. Tetapi apa? Kasus ini bahkan tdak pernah disinggung. Sudah sangat jelas bahwa para koruptor telah menyogok beberapa penegak hukum agar dapat bebas dari tuntutan, tetapi tidak ada tindakan lanjut tentang hal ini. Para penerima uang suap yang haram itu tetap bekerja dengan santainya. Inilah yang paling memalukan. Mereka bekerja untuk menegakkan hukum. Mereka bekerja untuk menciptakan keadilan di negeri ini. Tetapi mereka juga yang memperdagangkan hukum. Mereka pula yang dengan terang-terangan menciptakan ketidak-adilan di negeri ini.

Akan jadi apa negara kita bila para penegak hukum saja sudah tidak mampu lagi menegakkan keadilan?
Sungguh menyedihkan, melihat mereka yang dipercaya malah berkhianat. Sebelum menjadi penegak hukum, bukankah mereka sudah disumpah untuk menjaga hukum-hukum yang berlaku?
Bukankah mereka sudah bersumpah untuk berusaha menegakkan keadilan?
Tapi kenapa mereka malah memanfaatkan semua itu demi uang?
Kenapa mereka tega menjual hukum kepada mereka yang bersalah?
Kenapa mereka tega, merugikan orang yang tak bersalah hanya demi uang?
Jawabannya hanya satu.
Karena mereka sudah diperbudak oleh uang. Mata dan hati mereka sudah buta.
Obsesi mereka akan harta membuat mereka menghalalkan segala cara,
bahkan dengan menjual hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar